Dakwah salah satu kewajiban umat Islam. Setiap Muslim bukan saja berkewajiban melaksanakan ajaran agama Allah SWT dalam keseharian hidupnya, melainkan juga harus menyampaikan (tabligh) atau mendakwahkan kebenaran Islam terhadap orang lain.

Endang Saifuddin Anshari, M.A. dalam Kuliah Al-Islam (1992) menyebutkan, salah satu kewajiban Muslim terhadap agamanya (Islam) adalah mendakwahkan Islam.

“Setiap Muslim dan Muslimat,” tulisnya, “wajib mendakwahkan Islam, sesuai dengan kemampuan dan kesanggupannya masing-masing, sesuai dengan profesi dan dedikasinya masing-masing, kepada orang lain.”

Aktivitas dakwah, dengan demikian, harus menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim. Dapat dikatakan, setiap Muslim adalah da’i (juru dakwah).

K.H.M. Isa Anshary dalam bukunya Mujahid Dakwah (1984) menyebutkan, Islam adalah agama dakwah. Menjadi seorang Muslim otomatis menjadi juru dakwah, menjadi mubalig, bila dan di mana saja, di segala bidang dan ruang.

“Kedudukan kuadrat yang diberikan Islam kepada pemeluknya,” tulis Isa Anshary, “ialah menjadi seorang Muslim merangkap menjadi juru dakwah atau mubalig.”

Tentu saja, aktivitas dakwah yang dilakukan setiap Muslim disesuaikan dengan kapasitasnya masing-masing. Dalam hal nahyi munkar, misalnya, Rasulullah telah memberikan panduan lewat sebuah haditsnya:

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran (kemaksiatan), maka cegahlah hal itu dengan tangannya (kekuasaan); jika tidak mampu, cegahlah dengan lisannya (ucapan); jika (masih) tidak mampu, maka cegahlah dengan hatinya, dan ini selemah-lemahnya iman.”

Menjadi donaur atau membantu lembaga dakwah atau kegiatan syiar Islam juga termasuk pengalaman dakwah, sebagaimana membantu logistik atau persiapan perang (jihad) juga dinilai sama dengan berperang fi sabilillah.

“Barangsiapa menyiapkan keberangkatan seorang tentara Islam dalam jihad di jalan Allah, berarti ia ikut berjihad. Dan barangsiapa membantu kebutuhan keluarga yang ditinggalkannya, berarti ia ikut berjihad” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i).*