“Kamu orang-orang Islam tidak akan dapat dikalahkan karena jumlah yang kecil. Kamu pasti dapat dikalahkan walaupun mempunyai jumlah yang banyak melebihi jumlah musuh jika kamu terlibat di dalam dosa-dosa” (Abu Bakar Shiddiq).
MENJADI fakta sejarah, bulan Ramadhan yang beberapa hari lagi kita jelang merupakan bulan kemenangan umat Islam.
Banyak kemenangan umat Islam dalam peperangan terjadi pada bulan Ramadhan. Bermula dari kemenangan pertama umat Islam terhadap orang-orang musyrik Mekkah pada Perang Badar hingga Perang Arab-Israel Oktober 1973.
Penarikan mundur pasukan Rusia dari Afghanistan juga terjadi pada bulan Ramadhan. Berhentinya peperangan di Bosnia-Herzegovina, sehingga umat Islam dapat hidup relatif tenang, pun terjadi pada bulan Ramadhan. Proklamasi negara kita, Republik Indonesia, pun terjadi tanggal 17 Agustus 1945 terjadi pada bulan Ramadhan.
Kita simak lagi beberapa catatan gemilang dalam sejarah umat Islam berikut ini. Perang Badar Al-Kubra terjadi tanggal 17 Ramadhan 2 H (Januari 624 M). Menurut Ibnu Hisyam, perang ini merupakan kemenangan pertama yang menentukan kedudukan umat Islam dalam menghadapi kekuatan kemusyrikan dan kebatilan.
Allah SWT mengutus malaikat untuk membantu pasukan muslimin. Enam tahun kemudian, 10 Ramadhan 8 H (Januari 630 M), terjadi peristiwa penaklukkan Kota Makkah (Futuh Makkah) juga penghancuran berhala-berhala di sekitar Ka’bah di Masjid Haram.
Lalu Perang Tabuk (Ramadhan 9 H) dan datangnya utusan Raja Himyar ke Madinah untuk menyatakan kemasukan Islam, penyebaran Islam ke Yaman di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib (Ramadhan 10 H), kemenangan tentara Islam di Pulau Rhodes (Ramadhan 53 H), pendaratan pasukan Islam di Pantai Andalusia Spanyol (Ramadhan 91 H), dan kemenangan Panglima Thariq bin Zaid atas Raja Frederick dalam perang Fashillah (Ramadhan 92 H).
Pada Ramadhan 584 H, panglima tentera Islam, Salahuddin Al-Ayyubi, mendapat kemenangan besar. Tentera Islam menguasai daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai oleh tentera Salib dan menguasai Benteng Shafad yang kuat. Pada Ramadhan 658 H, Kerajaan Tartar hancur dan pasukannya ditahan di pintu gerbang Mesir di kota ‘Ain Jalut. Tentera Tartar sebelumnya telah menguasai sebagian wilayah Islam.
Kemenangan bangsa Arab dalam perang melawan Israel pada tahun 1973, juga terukir pada bulan Ramadhan. Hanya dalam beberapa jam setelah perang meletus, 200 pesawat terbang Israel dapat dirontokkan dan 800 tanknya dilumpuhkan. Israel sudah di ambang kehancuran. Kalau tidak dibantu Amerika Serikat, niscaya Israel benar-benar sudah hancur saat itu.
Itulah gambaran ringkas sejarah kemenangan umat Islam pada bulan Ramadhan. Catatan sejarah yang mestinya menjadi motivator bagi umat Islam masa kini untuk meraih kemenangan dalam setiap persaingan dan peperangan di berbagai bidang. Utamanya, umat Islam selayaknya menggali hikmah di balik kemenangan-kemenangan gemilang masa lalu itu, lalu diteladani untuk merancang kemenangan pada masa kini.
KEMENANGAN umat Islam yang banyak terjadi pada bulan Ramadhan memunculkan rasa ingin tahu, apa rahasia di balik kemenangan itu? Salah satu jawabannya adalah karena pada bulan Ramadhan umat Islam melaksanakan ibadah puasa –satu-satunya ibadah yang dipersembahkan kepada Allah sebagai bukti keimanan.
Ketika berpuasa, umat Islam mampu mengendalikan diri (self control) untuk senantiasa berbuat amal saleh dan menghindari kemaksiatan. Amal saleh itulah yang kemudian mengundang datangnya pertolongan Allah Swt. Jika pertolongan Allah sudah tiba, maka tidaka ada yang bisa menghalanginya, walaupun –seperti terjadi dalam Perang Badar—pasukan musuh jauh lebih banyak jumlahnya.
Berbagai kemenangan umat Islam pada bulan Ramadhan juga menjelaskan kepada kita dan umat manusia pada umumnya, bahwa kemenangan adalah milik orang-orang mukmin yang memiliki akidah yang kokoh, kebersihan diri, dan ruhul jihad yang membara demi menggapai keridhoan Allah semata.
Kepribadian Muslim demikian salah satunya dibentuk dengan ibadah puasa. Hakikat puasa adalah meninggalkan keinginannya untuk menjalankan perintah Allah atau menanggalkan kehendak diri dan menjalankan kehendak-Nya. Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari semua dorongan hawa nafsu.
Dengan demikian, umat Islam akan jaya dan memperoleh kemenangan jika berjuang penuh keimanan, keikhlasan, kesucian hati dan diri, sehingga pertolongan Allah pun tiba sebagaimana dijanjikan-Nya. Kemenangan adalah milik mereka yang mengabdikan kehidupannya kepada Allah Swt, dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya (takwa).
Sejarah menunjukkan demikian –kemenangan diraih dengan kesalehan atau ketakwaan. Mari kita simak kisah berikut. Satu ketika terdapat seorang tawanan Romawi di dalam penjagaan orang-orang Islam. Terjadi satu keadaan dimana dia telah dapat meloloskan diri dan lari.
Raja Heraklius bertanya kepadanya mengenai keadaan orang-orang Islam dengan mendalamnya supaya seluruh kehidupan mereka tampak jelas dihadapannya. Tawanan ini menerangkan, pasukan Islam adalah ahli ibadat waktu malam dan kesatria pada siang harinya. Jika mereka berjumpa, mereka memberi dan menjawab salam.
Heraklius menjawab dengan cepat: jika laporan itu benar dan tepat, maka mereka akan menjadi raja-raja bagi kerajaan Heraklius.
Heraklius mempunyai jumlah tentera yang sangat banyak sedangkan jumlah orang-orang Islam sangat terbatas. Amr bin ‘Ash memberitahu Abu Bakar Siddiq mengenai keadaan tersebut.
Sebagai jawabannya, Abu Bakar menulis: “Kamu orang-orang Islam tidak akan dapat dikalahkan karena jumlah yang kecil. Kamu pasti dapat dikalahkan walaupun mempunyai jumlah yang banyak melebihi jumlah musuh jika kamu terlibat di dalam dosa-dosa”.
Ketika Heraklius tiba di Anthokia setelah pasukan Romawi dikalahkan pasukan Muslimin, dia bertanya, “Beritahukan kepadaku tentang orang-orang yang menjadi lawan kalian dalam peperangan. Bukankah mereka manusia seperti kalian?”
Mereka menjawab, “Ya”.
“Apakah kalian yang lebih banyak jumlahnya ataukah mereka?”
“Kamilah yang lebih banyak jumlahnya dimanapun kami saling berhadapan”.
“Lalu mengapa kalian bisa dikalahkan?”
Seseorang yang dianggap paling tua menjawab, “Karena mereka biasa shalat di malam hari, berpuasa di siang hari, menepati janji, menyuruh kepada kebajikan, mencegah dari kemungkaran dan saling berbuat adil di antara sesamanya. Sementara kami suka minum arak, berzina, melakukan hal-hal yang haram, melanggar janji, suka marah, berbuat semena-mena, menyuruh kepada kebencian, melarang hal-hal yang diridhai Allah dan berbuat kerusakan di bumi”.
Jelaslah, umat Islam kuat bukan karena senjata, bukan semata-mata karena jumlah orang, bukan pula semata karena teknologi atau ekonomi. Umat Islam kuat karena melaksanakan perintah Allah Swt. Wallahu a’lam.*