Mengacu pada QS. Al-’Ashr, ulama menyebutkan ada lima kewajiban kita sebagai Muslim terhadap agama (Islam), yakni meyakini kebenarannya (iman), mempelajari dan memahaminya (ilmu), mengamalkannya, mendakwahkannya, dan membelanya.
Iman tidak sebatas ucapan lisan, tapi juga diiringi dengan pembenaran dalam hati dan pengamalannya. Makna iman dalam Islam, menurut jumhur ulama, yaitu ikrarun bil lisan wa tashdiqun bil qobli wa’amalun bil arkan —“mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan mengamalkan dengan anggota badan”.
Setelah beriman, kita diwajibkan “mengilmui Islam”, yakni mempelajari dan memahaminya, sebagai bekal menuju pemenuhan kewajiban berikutnya, yakni “mengamalkan Islam”.
Setiap amal harus diawali ilmunya agar amal ibadah kita memenuhi syarat dan rukun serta sesuai dengan sunah Rasul, sebagaimana Muadz bin Jabal berkata, “al-‘ilmu imamul ‘amal, wal ‘amalu tabi’uhu (ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang ilmu)” dan peringatan Imam Bukhari, Al-‘ilmu qoblal qauli wal ‘amal, kuasai dulu ilmunya sebelum berkata dan berbuat.
Iman, ilmu, dan amal tidak cukup. Ada dua kewajiban lainnya, yakni mendakwahkan Islam dan membelanya. Dua kewajiban terakhir ini merujuk kepada penggalan ayat QS. Al-‘Ashr: “watawa shaubil haq watawa shaubish shabr”, saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Ini dakwah dan jihad.
Inti dakwah adalah “mengajak ke jalan Tuhan” (QS. An-Nahl:125) dengan beragam cara, antara lain dengan lisan (da’wah bil lisan), dengan tulisan (da’wah bil qolam/kitabah), dan dengan perilaku (da’wah bil hal).
Menyantuni anak yatim piatu dhuafa tergolong da’wah bil hal. Tidak harus semua Muslim mendirikan yayasan atau panti asuhan, tapi semua Muslim wajib mendukungnya dengan bentuk dukungan apa pun.
“Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian, dan lisan kalian” (HR. Abu Daud dan Al-Hakim dari Anas).
Membela Islam termasuk da’wah bil hal. Dakwah dan jihad (membela Islam) tidak mesti selalu dengan terjun langsung seperti para da’i dan mujahid di medan juang, tapi juga dengan membantu persiapan dan dukungan moral dan material atau dana kepada lembaga-lembaga dakwah dan “pasukan” jihad fi sabilillah.
“Barangsiapa yang membantu orang yang berjuang, maka sesungguhnya dia telah berjuang. Dan barangsiapa yang menanggung keluarganya dengan kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berperang” (HR Bukhari & Muslim).
Berdasarkan hadits shahih di atas, maka kita dinilai turut berdakwah dan berjihad membela Islam, dengan memberi dukungan moral dan dana, juga bantuan tenaga dan pemikiran, kepada lembaga-lembaga dakwah atau mujahidin fi sabilillah lainnya. Wallahu a’lam.*