Hasad merupakan sikap batin, keadaan hati, atau rasa tidak senang, benci, dan antipati terhadap orang lain yang mendapatkan kesenangan, nikmat, memiliki kelebihan darinya. Sebaliknya, ia merasa senang jika orang lain mendapatkan kemalangan atau kesengsaraan.

KAUM Nabi Nuh a.s. termasuk komunitas manusia yang diadzab Allah SWT sehingga musnah. Adzab berupa banjir besar yang menenggelamkan mereka itu diturunkan-Nya karena mereka mengingkari agama Allah yang dibawakan Nabi Nuh. Nabi

Nuh sendiri bersama pengikutnya, juga sejumlah pasangan makhluk melata, selamat dari adzab tersebut. Karena, sebelumnya Nuh diperintahkan Allah membuat sebuah kapal (perahu) untuk menyelamatkan diri. Ketika Nabi Nuh berada di atas kapal, satu per satu diperhatikannya para penumpang. Tiba-tiba matanya memandang seorang lelaki tua yang tak dikenalnya.

“Siapa Anda?” tanya Nuh.

“Aku Iblis,” jawab lelaki tua itu.

“Mengapa kau mau ikut kami?”

“Aku bukan mau ikut kapalmu dan ingin selamat bersamamu. Aku hanya ingin mengganggu hati para pengikutmu. Biarlah tubuh mereka bersamamu asal hati mereka bersamaku.”

“Keluarlah dari kapalku, hai musuh Allah!”

“Wahai Nuh, aku menyimpan lima kiat yang dengannya aku bisa mencelakakan umat manusia. Aku akan sebutkan kepadamu tiga, tapi akan menyembunyikan darimu dua lainnya.”

“Aku tidak berminat mendengar tiga kiat yang kau sebutkan itu, tapi sebutkan dua kiat yang kau sembunyikan dariku.”

“Wahai Nuh, aku akan berusaha membinasakan manusia dengan dua cara. Pertama, dengan cara menanamkan sifat dengki dalam hati mereka, dan kedua dengan cara menanamkan sifat serakah dalam jiwa mereka. Karena dengki maka aku dilaknat Allah dan dijadikan sebagai setan terkutuk. Dan karena serakah maka Adam menghalalkan segala makanan di surga sehingga ia dikeluarkan. Dengan dua sifat ini, kami semua dikeluarkan dari surga.”

DIALOG Nabi Nuh a.s. dan iblis yang dikutip dari Dialog-Dialog Sufi 1 (1993:37) di atas esensinya mengajarkan, agar kita senantiasa waspada terhadap godaan setan, khususnya godaan bersikap hasad (iri-hati, dengki) dan tamak (serakah), dua sikap yang membawa malapetaka.

Hasad adalah sikap iblis, ketika ia merasa iri terhadap Adam a.s. yang dimuliakan Allah. Karena hasad, iblis menolak perintah Allah untuk menghormati Adam, sehingga ia dikutuk dan diusir dari surga. Dan Adam pun bernasib sama dengannya –diusir dari surga– karena iblis berhasil menggodanya bersikap serakah. Yakni, memakan buah yang bukan haknya.

Hasad memang sikap terkutuk. Ia termasuk perangai buruk (su-ul khuluq) yang dapat merusak hubungan baik antarmanusia. Hasad merupakan sikap batin, keadaan hati, atau rasa tidak senang, benci, dan antipati terhadap orang lain yang mendapatkan kesenangan, nikmat, memiliki kelebihan darinya.

Sebaliknya, ia merasa senang jika orang lain mendapatkan kemalangan atau kesengsaraan. Sikap ini termasuk sikap kaum Yahudi yang dibenci Allah (maghdhub).

“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya…” (Q.S. 3: 120).

Nabi Saw sangat melarang umatnya melakukan hasad.

“Hindarilah hasad, karena sesungguhnya hasad itu menghapus semua amal kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar” (H.R. Abu Daud).

“Janganlah kalian saling benci, jangan bersikap hasad, jangan saling membelakangi, dan jangan bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang besaudara!” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sikap hasad ini berbahaya karena, pertama, dapat merusak nilai persaudaraan atau menumbuhkan rasa permusuhan secara diam-diam, dan kedua, dapat mendorong seseorang mencela, menjelek-jelekkan, dan mencari-cari kelemahan atau kesalahan orang yang dihasadinya, menimbulkan prasangka buruk (suudzan), serta berusaha menjatuhkannya.

Orang yang bersifat hasad, kata sebagian orang salaf seperti dikutip Al-Ghazali dalam Ihya-nya, tidak akan memperoleh apa-apa selain celaan dan hinaan, dan di akhirat nanti di hadapan Allah tidak akan mendapatkan sesuatu kecuali (mendapat) malu dan siksa.

Menurut Imam al-Ghazali, hasad ada dua macam.

Pertama, benci pada seseorang yang memperoleh suatu kenikmatan dan mengharap-harapkan agar kenikmatan itu segera lenyap dari orang itu. Hasad macam ini haram hukumnya.

Kedua, tidak menginginkan kenikmatan itu lenyap dari seseorang, tapi ia sendiri ingin agar memperoleh kenikmatan sebagaimana diperoleh seseorang itu. Hasad macam ini namanya ghibtah dan hukumnya “diperkenankan”, asal yang dimaksudkan itu menginginkan agar dirinya juga memperoleh kenikmatan yang serupa dan sama sekali tidak menginginkan kenikmatan itu lenyap dari orang yang telah mendapatkannya. Kenikmatan yang dimaksud adalah seperti disabdakan Nabi Saw berikut,

“Tidak boleh hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah lalu dipergunakan untuk kebaikan sampai habisnya harta itu, dan kepada seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah lalu ia menggunakannya serta mengajarkannya pada orang lain” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Jika seseorang berharap agar nikmat yang diperoleh orang lain (seperti pangkat, harta, kedudukan) lenyap dari orang itu, dan berpindah menjadi miliknya, maka yang demikian itu, menurut al-Ghazali, sangatlah tercela. Sebab, Allah SWT melarang hal itu. “Janganlah kamu mengharap-harapkan sesuatu yang telah dilebihkan Allah pada sebagian darimu atas sebagian yang lain” (Q.S. 4:32).

SIFAT kedua, yang diupayakan untuk ditanamkan oleh iblis ke dalam jiwa manusia yang akan disesatkannya, adalah tamak, loba atau serakah. Yaitu, sikap tidak puas dengan yang menjadi hak atau miliknya, sehingga berupaya meraih yang bukan haknya.

Setiap orang berpotensi bersikap serakah –potensi yang dimanfaatkan iblis untuk menyesatkan manusia. Nabi Saw bersabda, “Jika seseorang sudah memiliki dua lembah emas, pastilah ia akan mencari yang ketiganya sebagai tambahan dari dua lembah yang sudah ada itu” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sikap serakah dapat mendorong orang mencari harta sebanyak-banyaknya dan jabatan setinggi-tingginya, tanpa menghiraukan cara halal atau haram. Istilah populernya, karena serakah seseorang akan mudah terlibat KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme).

Selain menghilangkan sifat qona’ah dan pola hidup sederhana, keserakahan pun dapat membuat seseorang bersikap kikir, tidak dermawan, dan tidak peduli akan nasib orang lain. Wallahu a’lam.*