Ketika melaksanakan Haji Wada, Rasulullah Saw menerima wahyu, “…Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu ni’mat Ku, dan telah Ku ridlai Islam itu jadi agama bagimu….”. (QS Al-Maidah : 3).

Ada di antara sahabat yang merasa gembira, sebab bimbingan dari Allah SWT telah lengkap. Namun, tidak sedikit pula yang menangis merasa sedih, karena hal itu berarti saat-saat Rasul bersama mereka akan segera berakhir.

Tidak lama setelah sampai di Madinah, Rasulullah menderita sakit. Pada saat itulah, beberapa menit sebelum dipanggil Allah SWT, beliau berwasiat yang digambarkan oleh para ahli hadits sebagai inti dan misi ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Wasiatnya itu sangat pendek, “Ash shalatu, ash shalatu, ash shalatu wa má malakat aimánukum” (aku titipkan shalat, shalat, shalat dan orang-orang yang lemah).

Tidak lama setelah itu Rasulullah wafat.

Para ahli hadits mengabadikan wasiat ini sebagai inti dan misi ajaran Islam. Shalat melambangkan bentuk hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung (hablum minallah) dan menolong orang yang lemah mempresentasikan hubungan antar manusia (hablum minanas).

Dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 112, Allah SWT berfirman:

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika sukses berpegang kepada tali Allah – Hablum minAllah, dan menghubungkan diri dengan baik sesama manusia – Hablum minannás”.

Kalau kita rajin menginventarisir ayat demi ayat dalam al Quran dan hadits demi hadits dari Rasul, maka akan tampak bahwa intisari ajaran Islam itu sebenarnya hanya ada dua, yaitu hubungan yang baik dengan Allah dan hubungan yang baik dengan sesama  manusia.

Ajaran ini dinyatakan oleh Islam sebagai ibadah. “Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku”. Ibadah sebagai tugas hidup manusia ini meliputi hablum minAllah dan hablum minannás termasuk lingkungan atau alam semesta.

Siti Aisyah ra, salah seorang istri Rasul SAW pernah menyampaikan informasi tentang seorang wanita. “Ya RasulAllah, di kampung sana sana ada seorang wanita, dia rajin shalat, tidak pernah meninggalkan shaum dan tiap tahun selalu menunaikan ibadah haji, selalu bersalawat untukmu dan keluargamu. Barangkali wanita itulah Ya Rasul contoh manusia yang dijamin masuk surga?”

Serta merta Rasul menjawab pernyataan Aisyah itu, “Wahai Aisyah andai engkau ingin tahu contoh wanita yang akan disiksa dan mendapat adzab Allah, dialah wanita itu!”

Aisyah sangat terkejut dan berkata: “Wahai Rasul, bagaimana mungkin! Wanita itu bukan saja selalu melaksanakan shalat lima waktu, tetapi juga bangun di akhir malam untuk tahajud. Dia selalu shaum tidak hanya di bulan Ramadlan, tapi juga shaum sunat Senin dan Kamis juga enam hari di bulan Syawwal. Dia juga selalu menunaikan ibadah haji setiap tahunnya. Dia selalu bersalawat untukmu dan keluargamu”.

“Aku tahu, wanita itu rajin shalat, shaum, ibadah haji, berdzikir dan berdo’a secara terus menerus. Tetapi aku juga tahu kalau wanita itu tidak pernah akur dengan tetangganya”.

Hubungan vertikal dengan Allah (hablum minallah) dapat dijaga dengan baik, tetapi hubungan horizontal dengan sesama manusia tampaknya tidak dilakukan oleh wanita itu.

Indikasi keislaman seseorang tampak dari hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia yang baik. Bentuk tertinggi dari hubungan dengan Allah adalah shalat yang kita lakukan setiap hari.

Shalat mendapat perhatian yang sangat luar biasa dari agama Islam, sehingga Rasul pernah mengatakan, “Batas pemisah antara umat Islam dan orang kafir adalah shalat”. Oleh karena itu, wasiat terakhir Rasulullah kepada kita adalah shalat.

Pesan kedua dari wasiat Rasulullah SAW menjelang wafatnya adalah menolong orang lemah – wa mámalakat aimánukum – ini juga akan kita temukan dalam puluhan ayat al Quran.

Allah SWT memberikan isyarat tentang keharusan menolong orang-orang lemah. Seorang ahli surga yang digambarkan al Quran bertanya kepada penduduk neraka syaqor. “Másalakakum fí syaqor?” Mengapa kalian masuk neraka Syaqor dan mendapat siksa?

Penghuni neraka Syaqor itu menjawab, kesalahan kami cuma dua, ketika kami hidup di dunia, “Lam nakun minal mushollín” tidak siap melaksanakan shalat, wa lam nakun nut imul miskín!” dan yang kedua, kami tidak sempat menolong orang-orang miskin”.

Nabi bersabda, ‘Berikan upah kepada pegawaimu sebelum keringatnya kering. Berikan makan kepada pembantumu apa yang kamu biasa makan. Dan perlakukan anak-anak yatim sebagaimana kamu memperlakukan anakmu sendiri”.*